Jumat, 07 September 2012

Menerapkan Ilmu Statika dan Tegangan

  KD.32.1 Memahami Besaran Vektor, Sistim Satuan dan Hukum Newton

Pengantar Ilmu Mekanika
Mekanika (Mechanics) juga berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari gerakan suatu benda serta efek gaya dalam gerakan itu.
Cabang Ilmu Mekanika terbagi dua ; Mekanika Statik dan Mekanika Dinamik , sedang Mekanika Dinamik dapat dibagi dua pula , yaitu Kinematik dan Kinetik.

Di bawah ini adalah 2 daftar subjek yang dipelajari di mekanika:
    Mekanika klasik
Mekanika klasik adalah bagian dari ilmu fisika mengenai gaya yang bekerja pada benda. Sering dinamakan "mekanika Newton" dari Newton dan hukum gerak Newton.
Mekanika klasik dapat digunakan untuk menjelaskan gerakan benda sebesar manusia (seperti gasing dan bisbol), juga benda-benda astronomi (seperti planet dan galaksi, dan beberapa benda mikroskopis (seperti molekul organik).
Mekanika klasik menggambarkan dinamika partikel atau sistem partikel. Dinamika partikel demikian, ditunjukkan oleh hukum-hukum Newton tentang gerak, terutama oleh hukum kedua Newton. Hukum ini menyatakan, "Sebuah benda yang memperoleh pengaruh gaya atau interaksi akan bergerak sedemikian rupa sehingga laju perubahan waktu dari momentum sama dengan gaya tersebut".
Hukum-hukum gerak Newton baru memiliki arti fisis, jika hukum-hukum tersebut diacukan terhadap suatu kerangka acuan tertentu, yakni kerangka acuan inersia (suatu kerangka acuan yang bergerak serba sama - tak mengalami percepatan). Prinsip Relativitas Newtonian menyatakan, "Jika hukum-hukum Newton berlaku dalam suatu kerangka acuan maka hukum-hukum tersebut juga berlaku dalam kerangka acuan lain yang bergerak serba sama relatif terhadap kerangka acuan pertama".
Mekanika klasik dibagi menjadi sub bagian lagi, yaitu
•    statika (mempelajari benda diam),
•    kinematika (mempelajari benda bergerak), dan
•    dinamika (mempelajari benda yang terpengaruh gaya).

    Mekanika kuantum



B.    Besaran Skalar dan Besaran Vektor
Batasan Besaran
Membedakan antara Besaran dengan Satuan
Besaran fisis adalah konsep yang dipakai untuk menggambarkan fenomena fisis secara kualitatif dan kuantitatif. Besaran ini dapat diklasifikasikan ke dalam kategori-kategori. Setiap kategori berisi hanya besaran-besaran yang dapat dibandingkan. Bila besaran itu dipilih sebagai besaran patokan disebut satuan. Semua besaran yang lain dapat dinyatakan sebagai hasil kali dari satuan ini dengan suatu angka yang disebut nilai bilangan dari besaran tersebut.

Besaran fisis dibagi menjadi 2 golongan, yaitu besaran skalar dan besaran vektor.
Besaran skalar
Besaran skalar adalah besaran yang hanya mempunyai nilai saja, tetapi tidak mempunyai arah. Besaran skalar selalu bernilai positif. Contohnya adalah panjang meja sekolah kita adalah 1 meter. Tidak mungkin panjang meja -1 meter. Contoh lain adalah luas. Pak Hary mempunyai tanah seluas 4 hektar. Tidak mungkin akan dikatakan Pak Hary mempunyai tanah seluas -4 hektar. Contoh besaran skalar yang lain selain panjang dan luas adalah kelajuan, jarak, volume, massa, suhu, waktu, jumlah zat, massa jenis, usaha, kuat arus listrik, tekanan, daya dll.
Sedangkan besaran vektor adalah besaran yang mempunyai nilai dan arah. Besaran vektor bisa bernilai positif ataupun negatif. Tanda negatif biasanya digunakan untuk menunjukkan arah. Contohnya adalah gaya. Sebagai contoh, Andi mendorong mobil dengan gaya 100 newton ke arah utara. Berarti jika Andi mendorong mobil ke arah selatan dengan gaya 100 newton, maka dikatakan Andi mendorong mobilnya dengan gaya -100 Newton. Contoh besaran vektor yang lain adalah Usaha, percepatan, perpindahan, kecepatan, impuls, momentum dan lain-lain.

Perpindahan dan Jarak
Seperti dijelaskan diatas, perpindahan merupakan besaran vektor sedangkan jarak merupakan besaran skalar. Yang perlu diperhatikan pada perpindahan hanyalah keadaan awal dan keadaan akhir.
Sebagai contoh,
Shinta berjalan lurus dari titik A ke titik B yang berjarak 100 meter dari titik A, diteruskan ke titik C yang berjarak 50 meter dari titik C, kemudian kembali lagi ke titik B. Maka dikatakan jarak yang ditempuh Shinta adalah :
S = Jarak AB + Jarak BC + Jarak CB
S = 100 m + 50 m + 50 m
S = 50 m
Dan perpindahan yang dilakukan Shinta dapat dijelaskan sebagai berikut. Semula Shinta berada dititik A, keadaan akhir Shinta berada dititik B. Jadi perpindahan yang dilakukan Shinta sama dengan jarak AB.
x = AB
x = 100 m.

Kelajuan dan Kecepatan
Juga telah dijelaskan di atas bahwa kelajuan merupakan besaran skalar dan kecepatan merupakan besaran vektor. Kelajuan dan kecepatan memiliki satuan yang sama yaitu meter per sekon (m/s). Hal ini berarti keduanya memiliki rumus yang juga hampir sama, yaitu besaran panjang dibagi besaran waktu. Namun, karena kelajuan merupakan besaran skalar, maka nilai panjang diambil dari besaran skalar yaitu, jarak. Oleh karena itu, kelajuan dihitung dengan rumus :
                                             v = Jarak / waktu
                                             v = S/t
Sedangkan kecepatan merupakan besaran vektor, maka nilai panjang diambil dari besaran vektor, yaitu perpindahan. Oleh karena itu, kecepatan dihitung dengan rumus :
                                           v = perpindahan / waktu
                                           v = ∆x/t
Sebagai contoh,
Shinta berjalan dari titik A ke titik B yang berjarak 100 m selama 7 detik dan diteruskan ke titik C yang berjarak 50 m dalam waktu 2 detik dan kembali lagi ke titik B dalam waktu 1 detik. Hitunglah kelajuan dan perpindahan yang dilakukan oleh Shinta!
Jawab :
Jarak yang ditempuh Shinta:                          Perpindahan yang ditempuh Shinta:
S = Jarak AB + Jarak BC + Jarak CB                        ∆x = Jarak AB
S = 100 m + 50 m + 50 m                                           ∆x = 100 m
S = 200 m
Waktu yang ditempuh Shinta:                     Kelajuan rata-rata = Jarak total / waktu total
t = waktu AB + waktu BC + waktu CB                                        v = S/t
t = 7 s + 3 s + 1 s                                                                               v = 200 m / 10 s = 20 m/s
t = 10 s                                                                Jadi kelajuan rata-rata yang dilakukan Shinta  = 20 m/s                                                                                            
Kecepatan rata-rata = Perpindahan / waktu total
                                v = ∆x / t
                                v = 100 m / 10 s
                                v = 10 m/s
Bagaimana membedakan besaran skalar dan vektor ?
Jika saya mengatakan massa sebuah batu adalah 400 gram, pernyataan ini sudah cukup bagi anda untuk mengetahui semua hal tentang massa batu. Anda tidak membutuhkan arah untuk mengetahui massa batu. Demikian juga dengan besaran waktu, suhu, volume, massa jenis, usaha, kuat arus listrik, tekanan, daya dll.
Ada beberapa besaran fisika yang tidak dapat dinyatakan dengan nilai atau besarnya saja. Misalnya ketika saya mengatakan bahwa seorang anak berpindah sejauh 10 meter, maka pernyataan ini belum cukup. Anda mungkin bertanya, ia berpindah ke mana? apakah ke arah utara, selatan, timur atau barat? Demikian juga apabila anda mengatakan bahwa anda mendorong meja dengan gaya sebesar 100 N. Kemana arah dorongan anda? nah, besaran yang demikian disebut besaran vektor, di mana memerlukan pernjelasan mengenai besar dan arahnya.
Bagaimana Menyatakan Suatu Vektor ?
Dalam fisika, akan selalu membantu jika digambarkan diagram mengenai suatu situasi tertentu, dan hal ini akan semakin berarti jika berhubungan dengan vektor. Pada diagram, setiap vektor dinyatakan dengan tanda panah. Tanda panah tersebut selalu digambarkan sedemikian rupa sehingga menunjuk ke arah yang merupakan arah vektor tersebut. Panjang tanda panah digambarkan sebanding dengan besar vektor.
Sebagai contoh, pada gambar di bawah dilukiskan suatu vektor gaya (F) yang besarnya 40 N (N = Newton, satuan gaya) dan berarah 30o utara dari timur atau 30o terhadap sumbu x positif. Besar vektor F = 40 N dilukiskan dengan panjang anak panah 4 cm. Ini berarti skala yang dipilih adalah 1 cm = 10 N atau 4 cm = 40 N.

Aturan Penulisan Vektor
Dalam menuliskan vektor, apabila anda menggunakan tulisan tangan, lambang suatu vektor umumnya ditulis dengan huruf besar dan di atasnya perlu ditambahkan tanda panah, misalnya :

Untuk buku cetak, lambang vektor ditulis dengan huruf besar yang dicetak tebal, misalnya F. Untuk besar vektor, apabila kita menggunakan tulisan tangan maka besar suatu vektor ditulis dengan tanda harga mutlak, misalnya :

Untuk buku cetak, besar vektor ditulis dengan huruf miring, misalnya F
Menggambar Penjumlahan atau selisih dua buah vektor dengan metode segitiga
Misalkan dua orang anak mendorong sebuah benda dengan vektor gaya masing-masing sebesar F1 dan F2, seperti ditunjukkan diagram di bawah. Ke arah mana benda itu akan pindah ? tentu saja benda tersebut tidak berpindah searah F1 atau F2. dalam kasus seperti itu, maka benda tersebut berpindah searah dengan F1 + F2. Operasi ini disebut jumlah vektor.

Cara menggambar jumlah dua buah vektor adalah dengan metode segitiga.
Pertama, gambar vektor F1 berupa tanda panah.
Kedua, gambar vektor kedua, F2, dengan pangkalnya berhimpitan dengan ujung vektor pertama, F1.
Ketiga, jumlahkan kedua vektor, dengan menggambar vektor resultan (F1 + F2), dari pangkal vektor F1 menuju ujung vektor F2. selesai.
Proses ini ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Cara menggambar selisih vektor
Contoh, sebuah vektor F1 dan vektor F2 nilainya seperti tampak pada diagram di bawah. Berapa selisih kedua vektor tersebut ? misalnya F3 adalah selisih vektor F1 dan F2, maka dapat kita tulis F3 = F1 – F2 atau F3 = F1 + (-F2). Hal ini menunjukkan bahwa selisih antara vektor F1 dan F2 sama saja dengan penjumlahan vektor F1 dan vektor -F2. tanda minus hanya menunjukkan bahwa arah -F2 berlawanan dengan F2.

Cara menggambar selisih vektor F1 dan F2
gambar terlebih dahulu tanda panah yang melambangkan vektor F1.
Kedua, gambar vektor -F2. vektor -F2 besarnya sama dengan F2, hanya arahnya berlawanan. (Lihat dan bandingkan gambar di bawah dan di atas).
Ketiga, gambar tanda panah vektor resultan F3, di mana pangkal vektor F3 berimpit dengan pangkal vektor F1 dan ujung vektor F3 berimpit dengan ujung vektor -F2. Berimpit itu artinya menempel,


Menggambar Penjumlahan lebih dari 2 Vektor dengan metode Poligon
Poligon itu artinya segi banyak/banyak segi. Sebelumnya, kita belajar menggambar 2 vektor dengan cara segitiga. Bagaimana jika kamu disuruh menggambar resultan atau jumlah vektor yang lebih dari 3 ?
Misalnya kamu berpindah sejauh 4 meter, vektor A (lihat gambar di bawah), lalu kamu berpindah lagi sejauh 3 meter, vektor B. Karena hobimu jalan-jalan, maka kamu pindah lagi sejauh 2 meter, vektor C. karena suka jalan-jalan maka kamu dihukum pacarmu untuk menggambar vektor perpindahanmu tadi.

untuk menggambar vektor resultan/hasil penjumlahan lebih dari 2 vektor, maka kamu tidak bisa menggunakan metode/cara segitiga. Kamu harus menggunakan metode poligon/segi banyak. Caranya,
Pertama, gambar vektor A.
Kedua, gambar vektor B, di mana pangkal vektor B berimpit/nempel dengan ujung vektor A (lihat gambar di bawah).
Ketiga, gambar vektor C di ujung vektor B. caranya seperti menggambar vektor B. terakhir, gambar vektor D sebagai vektor resultan/hasil, dimana pangkal vektor D nempel dengan pangkal vektor A dan ujung vektor B nempel dengan ujung vektor C. selesai…

Menggambar Penjumlahan 2 atau Lebih vektor dengan metode Jajaran Genjang.
Selain menggambar penjumlahan vektor dengan metode/cara segitiga dan poligon, kita juga bisa menggunakan metode jajaran genjang. Kalau metode segitiga khusus untuk dua vektor dan metode poligon khusus untuk lebih dari dua vektor, maka metode jajaran genjang untuk menggambar penjumlahan dua vektor atau lebih. Bagaimana menggambar penjumlahan dua vektor atau lebih menggunakan cara jajaran genjang ?
Menggambar penjumlahan 2 vektor menggunakan metode jajaran genjang.
Misalkan dua orang anak mendorong sebuah benda dengan vektor Gaya masing-masing sebesar F1 dan F2, seperti ditunjukkan diagram di bawah. Ke arah mana benda itu akan pindah ?

untuk menggambar penjumlahan dua vektor, lakukan sesuai langkah2 di bawah ini.
Pertama, gambar vektor F1 menggunakan tandah panah (lihat gambar di bawah). Kedua, gambar vektor F2, di mana pangkal/buntut berimpit/nempel dengan pangkal/buntut vektor F1. ketiga, gambar vektor resultan, F3 (F1 + F2), di mana pangkal vektor F3 nempel dengan pangkal vektor F1 dan F2, sedangkan ujung vektor F3 nempel dengan titik temu garis putus-putus dari kedua ujung vektor F1 dan vektor F2 (sambil lihat gambar, biar tidak bingung).

Menggambar penjumlahan lebih dari 2 vektor menggunakan metode jajaran genjong.
Misalnya kamu berpindah sejauh 4 meter seperti vektor A (lihat gambar di bawah), lalu kamu berpindah lagi sejauh 3 meter seperti vektor B. Karena hobimu jalan-jalan, maka kamu pindah lagi sejauh 2 meter seperti vektor C. karena suka jalan-jalan maka kamu dihukum pacarmu (aneh ya…) untuk menggambar vektor perpindahanmu, tapi kali ini dengan metode jajaran genjong. Bagaimanakah ?

Untuk menggambar penjumlahan lebih dari 2 vektor, lihat petunjuk berikut ini. Pertama, gambar vektor A menggunakan tandah panah (lihat gambar di bawah). Kedua, gambar vektor B, di mana pangkalnya berimpit/nempel dengan pangkal/buntut vektor A. ketiga, gambar vektor C, di mana pangkalnya berhimpit dengan pangkal vektor A dan B. keempat, buat garis putus-putus tegak lurus dari ujung vektor A dan B sampai kedua garis putus-putus tersebut bertemu, Vektor D (buat garis satu2. Kelima, tarik garis dari pangkal vektor A,B dan C menuju titik temu garis putus-putus yang sudah kamu buat tadi Keenam, buat lagi garis putus2 tegak lurus dari titik temu vektor A dan B dan dari ujung vektor C sampai kedua garis putus2 tersebut bertemu. Nah, sekarang tarik garis lurus dari pangkal vektor A, B dan C menuju titik temu garis putus2 yang baru saja kamu buat, Vektor Resultan (R). Garis terakhir tersebut adalah vektor resultannya….

Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menentukan nilai dan arah vektor resultan, yaitu dengan metode grafis dan metode analitis.
MENENTUKAN VEKTOR RESULTAN DENGAN METODE GRAFIS
Dengan menggunakan metode segitiga dan poligon, kita dapat melukis vektor resultan dari dua buah vektor atau lebih. Dari gambar vektor resultan tersebut, kita dapat menentukan besar dan arah vektor resultan dengan melakukan pengukuran (bukan menghitung). Cara menentukan vektor resultan seperti ini disebut metode grafis. Sekarang, bagaimana menentukan vektor resultan dengan metode grafis ?
Langkah-langkah menentukan besar dan arah vektor resultan dengan metode grafis, adalah sebagai berikut :
1.    tetapkan sumbu X positif sebagai acuan menentukan arah. Ingat, sudut positif diukur dengan arah berlawanan arah jarum jam, sedangkan sudut negatif diukur dengan arah searah jarum jam.
2.    gambar setiap vektor yang akan dijumlahkan (lihat kembali menggambar penjumlahan vektor menggunakan jajaran genjang) Arah vektor digambar terhadap sumbu x positif dengan menggunakan busur derajat
3.    gambar vektor Resultan dengan metode segitiga (untuk 2 vektor) dan metode poligon (lebih dari 2 vektor)
4.    ukur panjang vektor Resultan dengan mistar, sedangkan arah vektor Resultan diukur terhadap sumbu x positif dengan busur derajat
5.    tentukan besar dan arah vektor Resultan : Besar vektor Resultan sama dengan hasil kali panjang vektor resultan (langkah 4) dengan skala panjang (langkah 2b)
6.    Arah vektor resultan sama dengan sudut yang dibentuk oleh vektor resultan terhadap sumbu x positif yang telah diukur dengan busur derajat
Contoh soal :
Tentukan besar dan arah vektor resultan dari vektor perpindahan A sepanjang 20 m dengan arah -30o terhadap sumbu x positif (arah mendatar ke kanan) dan vektor perpindahan B sepanjang 30 m dengan arah +45o terhadap sumbu x positif.
Petunjuk :
Kita harus menetapkan skala panjang terlebih dahulu. Setelah itu, gambar vektor A dan B secara terpisah. Terakhir, gambar vektor resultan R=A+B dengan metode segitiga atau poligon, lalu kita menentukan besar dan arahnya

Panduan solusi :
Langkah 1, misalnya kita menetapkan skala panjang vektor perpindahan 5 m = 1 cm (catatan : anda dapat menetapkan skala sesuai dengan kemauan anda, penetapan skala di atas hanya sebagai contoh). Dengan demikian, besar perpindahan 20 m digambar dengan panjang vektor 4 cm (ingat, 20 : 5 = 4), dengan arah -30o terhadap sumbu x positif (gbr. a).
Langkah 2, gambar vektor perpindahan B (besarnya 30 m) dengan panjang tanda panahnya 6 cm (ingat, skala yang kita tetapkan 5 m = 1 cm, jadi 30 m = 6 cm) dan arahnya sebesar 45o terhadap sumbu x positif. (gambar b). Lihat gambar di bawah.

Langkah 3, gambar vektor resultan R = A + B (gambar c)

Langkah 4, ukur panjang vektor R dengan mistar dan arah vektor R dengan bujur sangkar. Besar vektor R diperoleh dengan mengalikan panjang vektor R dengan skala panjang vektor
(Catatan : menentukan besar dan arah vektor Resultan dengan metode grafis merupakan salah satu pendekatan. Ketelitian hasil yang diperoleh juga sangat bergantung pada skala gambar, ketelitian mistar, busur derajat serta ketepatan anda dalam menggambar dan membaca skala. Jika anda ingin menentukan besar dan arah vektor Resultan secara lebih tepat, dapat digunakan perhitungan matematis (bukan dengan pengukuran), yakni menggunakan metode analitis)
MENENTUKAN VEKTOR RESULTAN DENGAN METODE ANALITIS
Dalam menentukan besar dan arah vektor Resultan dengan metode analitis, kita dapat menggunakan 2 cara yaitu menggunakan Rumus Cosinus dan menggunakan Vektor Komponen.
Menentukan Vektor Resultan segaris kerja (ingat kembali pelajaran SMP)
Di SMP kita telah belajar tentang vektor resultan untuk dua vektor gaya yang segaris kerja (searah atau berlawanan arah). Kali ini kita ulangi kembali, sebagai dasar sebelum menghitung vektor resultan dengan rumus Cosinus.
Kita meninjau vektor perpindahan yang segaris kerja. Misalnya kamu berpindah sejauh 200 m ke arah timur (vektor A), lalu berjalan kembali arah barat sejauh 300 m (vektor B).berapakah perpindahan total yang kamu lakukan dihitung dari kedudukan awalmu ?

Panduan Jawaban :
Untuk vektor2 yang segaris kerja, arahnya dapat dibedakan dengan memberi tanda + dan -. Jika kita tetapkan arah timur bertanda +, maka arah barat bertanda -. Berdasarkan ketetapan kita tadi, maka besar vektor A = +200 m dan besar vektor B = -300 m. dengan demikian besar vektor Resultannya adalah : R = A + B = (+200 m) + (-300 m) = 200 m – 300 m = -100 m (tanda – hanya menunjukan bahwa arah vektor Resultan ke barat atau sesuai dengan arah vektor B)
(pada gambar ditetapkan skala 50 m = 1 cm)

Melalui contoh di atas, diketahui bahwa operasi penjumlahan dalam berhitung berlaku untuk resultan dari dua vektor yang berlawanan arah. Demikian juga dua vektor yang searah.
Menentukan vektor Resultan Pada Segitiga Siku-siku
Apakah hitungan vektor tetap memenuhi hukum berhitung jika perpindahan berlaku untuk dua dimensi ? untuk menjawabnya, perhatikan contoh berikut ini.
Dari kedudukan awalmu, kamu berjalan ke timur sejauh 300 m (vektor A), lalu berbelok ke selatan sejauh 400 meter (vektor B). Apakah perpindahan totalmu 700 m? atau 100 m ?

Panduan jawaban :
Terlebih dahulu kita tetapkan skala perpindahan, misalnya 100 m = 1 cm. dengan demikian, perpindahan ke timur sejauh 300 m digambar dengan panjang vektor 3 cm, sedangkan perpindahan ke selatan sejauh 400 m digambar 4 cm. lihat gambar di bawah

Untuk menentukan vektor resultan di atas, kita tidak bisa menggunakan hukum berhitung seperti pada dua atau lebih vektor yang segaris, karena dua vektor tersebut tidak segaris kerja. Vektor resultan dapat kita tentukan besarnya menggunakan rumus Pythagoras dalam segitiga siku-siku.

Jadi, besar vektor Resultan = 500 m
Menentukan arah vektor Resultan
Kita sudah mengetahui besar vektor Resultan. Bagaimana dengan arah vektor Resultan tersebut ? untuk menentukan arah vektor Resultan terhadap salah satu vektor komponennya, kita menggunakan rumus Sinus, Cosinus dan Tangen pada segitiga. Perhatikan gambar di bawah ini.

Karena diketahui besar vektor komponen A (300 m) dan besar vektor komponen B (400 m), maka dalam menentukan arah vektor Resultan, kita menggunakan Rumus Tangen.

Menentukan Vektor Resultan dengan Rumus Cosinus
Kita telah menghitung vektor resultan dari dua vektor yang segaris kerja dan dua vektor yang saling tegak lurus. Bagaimana-kah menghitung vektor resultan untuk dua vektor yang tidak segaris kerja dan tidak saling tegak lurus ?
Kita bisa menghitung vektor resultan dari dua vektor yang berarah sembarang dengan menggunakan rumus cosinus,
Rumus Cosinus yang digunakan untuk menghitung resultan besar dua vektor yang arahnya sembarang adalah :

Dari mana asal rumus ini ?
Misalnya terdapat dua vektor, F1 dan F2 sebagaimana tampak pada gambar di bawah.



Jika besar vektor resultan dihitung dengan rumus cosinus, untuk arahnya  dihitung menggunakan rumus sinus.
Perhatikan kembali gambar di atas. Arah vektor Resultan dapat dihitung menggunakan sinus pada segitiga OPQ.

Contoh soal :
Dua vektor F1 dan F2 memiliki pangkal berhimpit, di mana besar F1 = 4 N dan besar F2 = 3 N. jika sudut yang dibentuk kedua vektor adalah 60o, berapakah besar dan arah vektor resultan ?

Panduan Jawaban :
Besar vektor resultan kita hitung                      Bagaimana dengan arahnya ?
menggunakan persamaan di atas :                    Arah vektor resultan =
 

MENENTUKAN VEKTOR RESULTAN DENGAN VEKTOR KOMPONEN
Sekarang kita memasuki peradaban baru  teknik menentukan vektor resultan menggunakan vektor komponen selalu digunakan dalam pembelajaran fisika selanjutnya. Dalam pembahasan Gerak Parabola, kita juga akan menggunakan teknik ini. oleh karena itu Guru Muda mengharapkan agar anda dapat menyedot ilmu vektor komponen ini sampai puas, sehingga bekal perjalanan anda cukup dan tidak kelaparan atau pusing2 ketika belajar gerak parabola dan kawan-kawan.
Metode vektor komponen sangat gampang.
Dalam menggambarkan sesuatu, kita selalu menggunakan koordinat x dan y (untuk dua dimensi) atau koordinat xyz (untuk tiga dimensi). Nah, apabila sebuah vektor membentuk sudut terhadap sumbu x positif, pada bidang koordinat xy, maka kita bisa menguraikan vektor tersebut ke dalam komponen sumbu x atau komponen sumbu y. kedua vektor komponen tersebut biasanya saling tegak lurus. Untuk memudahkan pemahaman anda, kita gambarkan sebuah vektor pada bidang koordinat xy, sebagaimana tampak pada gambar di bawah.


Vektor F yang membentuk sudut teta terhadap sumbu x positif, diuraikan menjadi komponen sumbu x, yaitu Fx dan dan komponen pada sumbu y, yakni Fy. Ini merupakan contoh vektor komponen.
Jika vektor F mempunyai nilai/besar, bagaimanakah dengan vektor komponennya, yakni Fx dan Fy ? bagaimana menghitung besar Fx dan Fy ?
Pahami terlebih dahulu rumus sinus, cosinus dan tangen di bawah ini…



Bagaimana dengan arah F ? untuk menentukan arah vektor resultan, kita menggunakan rumus tangen. Kita menggunakan rumus tangen karena komponen Fx dan Fy diketahui.

Contoh soal 1 :
Tentukanlah komponen-komponen vektor gaya (F) yang besarnya 40 N dan membentuk sudut 60o terhadap sumbu x positif (lihat gambar)


Panduan jawaban :
Yang ditanyakan pada soal di atas adalah komponen vektor F pada sumbu x dan y (Fx dan Fy).


Contoh soal 2 :
Tentukan besar dan arah vektor perpindahan (L), di mana komponen sumbu x-nya = 40 m dan komponen sumbu y-nya = 30 m.
Panduan jawaban :
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, terlebih dahulu digambarkan vektor L dan vektor komponennya pada sumbu x dan sumbu y.

Lx = 40 m
Ly = 30 m
Besar vektor perpindahan (L) adalah :


Vektor perpindahan L membentuk sudut 53° terhadap sumbu x positif (berada di kuadran I)
sumber:http://www.gurumuda.com/menentukan-vektor-resultan/
http://senyawa-kimia.blogspot.com/2010/02/perkalian-titik-dan-perkalian-silang.html

Vektor bukan bilangan biasa, sehingga perkalian biasa tidak bisa langsung digunakan pada vektor. Kita harus menggunakan perkalian vektor. Perkalian vektor terdiri dari dua jenis, yaitu perkalian titik dan perkalian silang. Perkalian titik disebut juga perkalian skalar karena menghasilkan besaran skalar. Perkalian silang disebut juga perkalian vektor karena perkalian tersebut menghasilkan besaran vektor.
Misalnya terdapat dua vektor, yakni A dan B. Perkalian skalar dari vektor A dan B dinyatakan dengan A.B (karena digunakan notasi titik maka perkalian ini dinamakan perkalian titik). Perkalian vektor dari A dan B dinyatakan dengan A x B. Karena digunakan notasi x, maka perkalian ini disebut perkalian silang.
Perkalian titik
Misalnya diketahui vektor A dan B sebagaimana tampak pada gambar di bawah. Perkalian titik antara vektor A dan B dituliskan sebagai A.B (A titik B).

Untuk mendefinisikan perkalian titik dari vektor A dan B (A.B), digambarkan vektor A dan vektor B yang membentuk sudut teta (sambil lihat gambar di bawah). Selanjutnya kita gambarkan proyeksi dari vektor B terhadap arah vektor A. Proyeksi ini adalah komponen dari vektor B yang sejajar dengan vektor A, yang besarnya sama dengan B cos teta.

Dengan demikian, kita definisikan A.B sebagai besar vektor A yang dikalikan dengan komponen vektor B yang sejajar dengan A. Secara matematis dapat kita tulis sebagai berikut :

AB cos teta merupakan bilangan biasa (skalar). Karenanya perkalian titik disebut juga perkalian skalar. Bagaimana jika perkalian titik antara vektor A dan B dibalik menjadi B.A ? sebelum kita definisikan B.A, terlebih dahulu kita gambarkan proyeksi dari vektor A terhadap vektor B (lihat gambar di bawah).

Berdasarkan gambar ini, kita dapat mendefinisikan B.A sebagai besar vektor B yang dikalikan dengan komponen vektor A yang sejajar dengan B. Secara matematis dapat kita tulis sebagai berikut :

Hasil perkalian titik A.B = AB cos teta dan hasil perkalian titik B.A = BA cos θ. Karena AB cos θ = BA cos θ, maka berlaku A.B = B.A
Beberapa hal dalam perkalian titik yang perlu anda ketahui :
1.    Perkalian titik memenuhi hukum komutatif  => A.B = B.A
2.    Perkalian titik memenuhi hukum distributif   => A. (B + C) = A.B + A.C
3.    Jika vektor A dan B saling tegak lurus, maka hasil perkalian titik A.B = 0 Ketika vektor A dan B saling tegak lurus, maka sudut yang dibentuk adalah 90o. Cos 90o = 0. Dengan demikian : A.B = AB cos θ= AB cos 90o = 0. Sebaliknya, B.A = BA cos θ = BA cos 90o = 0
4.    Jika vektor A dan vektor B searah, maka A.B = AB cos 0o = AB Ketika vektor A dan B searah, maka sudut yang dibentuk adalah 0o. Cos 0 = 1. Dengan demikian, A.B = AB cos θ = AB cos 0o = AB. Sebaliknya B.A = BA cos θ = BA cos 0o = BA (Anda jangan bingung dengan AB dan BA. Besar AB = besar BA. Misalnya besar vektor A = 2. besar vektor B = 3. maka A.B = 2.3 = 6; ini sama saja dengan B.A = 3.2 = 6.
5.    Syarat lain dari dua vektor yang searah, jika A = B maka =>A.A = A2 atau B.B = B2
6.    Jika vektor A dan B berlawanan arah (ketika dua vektor berlawanan arah maka sudut yang dibentuk adalah 180º), maka hasil perkalian A.B = AB cos 180º = AB (-1) = -AB. Cos 180º = -1.
Contoh soal :
Sebuah vektor A memiliki besar 4 satuan dan vektor B memiliki 3 satuan. Tentukan hasil perkalian titik dari kedua vektor jika sudut yang dibentuk oleh kedua vektor adalah 60º, 90º dan 180o
Panduan jawaban :
Karena A.B = B.A maka kita bisa memilih menggunakan salah satu. Misalnya kita menggunakan A.B, dengan demikian kita tulis persamaannya
A.B = AB cos θ
Besar A = 4 satuan dan besar B = 3 satuan.
a.     = 60 o → cos 60 o = 0,5
A.B = AB cos  = (4)(3)(0,5) = 6 satuan
b.     = 90 o → cos 90 o = 0
A.B = AB cos  = (4)(3)(0) = 0 satuan
c.     = 180 o → cos 180 o = -1
A.B = AB cos  = (4)(3)(-1) = -12 satuan

Soal latihan :
Dua vektor A dan B masing-masing besarnya 6 satuan dan 4 satuan. Tentukan perkalian titik antara kedua vektor jika sudut yang terbentuk adalah 30o, 60o, 90o, 120o, 150o, 180o
Perkalian silang
Perkalian silang dari dua vektor, misalnya vektor A dan B ditulis sebagai A x B (A silang B). Perkalian silang dikenal dengan julukan perkalian vektor, karena hasil perkalian ini menghasilkan besaran vektor.
Misalnya vektor A dan vektor B tampak seperti gambar di bawah.

Untuk mendefinisikan perkalian silang antara vektor A dan B (A x B), kita gambarkan vektor A dan B seperti gambar di atas, dan digambarkan juga komponen vektor B yang tegak lurus pada A (lihat gambar di bawah), yang besarnya sama dengan B sin teta

Dengan demikian, kita dapat mendefinisikan besar perkalian silang vektor A dan B (A x B) sebagai hasil kali besar vektor A dengan komponen vektor B yang tegak lurus pada vektor A.
A x B = A(B sin )
A x B = AB sin  → 0o ≤  ≤ 180o

Bagaimana jika A x B kita balik menjadi B x A ?
Terlebih dahulu kita gambarkan vektor B dan A serta komponen vektor A yang tegak lurus pada B (amati gambar di bawah…)

Berdasarkan gambar ini, kita dapat mendefinisikan perkalian silang antara vektor B dan A (B x A) sebagai hasil kali besar vektor B dengan komponen vektor A yang tegak lurus pada vektor B. Secara matematis ditulis :
B  x A = B(Asin )
B  x A = BA sin  → 0o ≤  ≤ 180o
Arah Perkalian Silang A x B
Perkalian silang adalah perkalian vektor, sehingga hasil perkaliannya memiliki besar dan arah. Besar hasil perkalian vektor telah kita turunkan di atas, sekarang kita menentukan arahnya. Untuk menentukan arah A x B, terlebih dahulu kita gambarkan vektor A dan B seperti gambar di bawah. Kedua vektor ini kita letakan pada suatu bidang (sambil lihat gambar di bawah ya….)

Kita definisikan perkalian silang A x B sebagai suatu vektor yang tegak lurus bidang di mana vektor A dan B berada. Besarnya sama dengan AB sin teta. Jika C = A x B maka C = AB sin teta
Arah C tegak lurus bidang di mana vektor A dan B berada. Kita dapat menggunakan kaidah tangan kanan untuk menentukan arah C. Jika kita menggenggam jari tangan di mana arahnya berlawanan dengan arah putaran jarum jam, maka arah C searah dengan arah ibu jari menuju ke atas.
Arah Perkalian Silang B x A
Untuk menentukan arah B x A, terlebih dahulu kita gambarkan vektor B dan A seperti gambar di bawah. Kedua vektor ini kita letakan pada suatu bidang (sambil lihat gambar di bawah ya….)

Jika C = B x A maka C = BA sin θ.
Arah C tegak lurus bidang di mana vektor B dan A berada. Kita dapat menggunakan kaidah tangan kanan untuk menentukan arah C. Jika kita menggenggam jari tangan di mana arahnya searah dengan arah putaran jarum jam, maka arah C sama dengan arah ibu jari menuju ke bawah.
A x B tidak sama dengan B x A. Hasil perkalian silang menghasilkan besaran vektor, di mana selain mempunyai besar, juga mempunyai arah. Pada penurunan di atas, arah A x B berlawanan arah dengan B x A.
Beberapa hal dalam perkalian silang yang perlu anda ketahui :
•      Perkalian silang bersifat anti komutatif =>  A x B = – B x A Tanda negatif menunjukkan bahwa arah B pada A x B berlawanan dengan arah B pada B x A.
•      Jika kedua vektor saling tegak lurus maka sudut yang dibentuk adalah 90o. Sin 90o = 1. Dengan demikian, besar hasil perkalian silang antara vektor A dan B akan tampak sebagai berikut :
A x B = AB sin θ = AB sin 90o = AB
B x A = BA sin θ = BA sin 90o = BA Ingat ya, ini adalah besar hasil perkalian silang.
•      Jika kedua vektor searah, maka sudut yang dibentuk adalah 0o. Namanya juga segaris… Sin 0o = 0. Dengan demikian, nilai alias besar hasil perkalian silang antara vektor A dan B akan tampak sebagai berikut.
A x B = AB sin teta = AB sin 0o = 0
B x A = BA sin teta = BA sin 0o = 0
Hasil perkalian silang antara dua vektor yang searah alias segaris kerja sama dengan nol.

Referensi
Giancoli, Douglas C., 2001, Fisika Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga
Halliday dan Resnick, 1991, Fisika Jilid I, Terjemahan, Jakarta : Penerbit Erlangga
Tipler, P.A.,1998, Fisika untuk Sains dan Teknik-Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penebit Erlangga
Young, Hugh D. & Freedman, Roger A., 2002, Fisika Universitas (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga
Sumber : http://www.gurumuda.com/perkalian-titik-dan-perkalian-silang/ http://senyawa-kimia.blogspot.com/2010/02/perkalian-vektor-dan-skalar-menggunakan.html

Sebelum kita belajar mengenai perkalian vektor, terlebih dahulu kita berkenalan dengan vektor-vektor satuan.
Vektor satuan (unit vektor) merupakan suatu vektor yang besarnya = 1. vektor satuan tidak mempunyai satuan. Vektor satuan berfungsi untuk menunjukan suatu arah dalam ruang. Untuk membedakan vektor satuan dari vektor biasa maka vektor satuan dicetak tebal (untuk tulisan cetak) atau di atas vektor satuan disisipkan tanda ^ (untuk tulisan tangan)
Pada sistem koordinat kartesius (xyz) kita menggunakan vektor satuan i untuk menunjukkan arah sumbu x positif, vektor satuan j untuk menunjukkan arah sumbu y positif, vektor satuan k untuk menunjukkan arah sumbu y positif.
Untuk memudahkan pemahaman dirimu, perhatikan contoh berikut ini. Misalnya terdapat sebuah vektor F sebagaimana tampak pada gambar di bawah.

Pada gambar di atas, tampak bahwa vektor satuan i menunjukkan arah sumbu x positif dan vektor satuan j menunjukkan arah sumbu y positif. Kita dapat menyatakan hubungan antara vektor komponen dan komponenya masing-masing, sebagai berikut :
Fx = Fxi
Fy = Fyj

Kita dapat menulis vektor F dalam komponen-komponennya sebagai berikut :
F = Fxi + Fyj

Misalnya terdapat dua vektor, A dan B pada sistem koordinat xy, di mana kedua vektor ini dinyatakan dalam komponen-komponennya, sebagaimana tampak di bawah :
A = Axi + Ayj
B = Bxi + Byj

Bagaimana jika A dan B dijumlahkan ?
R = A + B
R = (Axi + Ayj) + (Bxi + Byj)
R = (Ax + Bx)i + (Ay + By)j
R = Rxi + Ryj

Apabila tidak semua vektor berada pada bidang xy maka kita bisa menambahkan vektor satuan k, yang menunjukkan arah sumbu z positif.
A = Axi + Ayj + Azk
B = Bxi + Byj + Bzk

Jika vektor A dan B dijumlahkan maka akan diperoleh hasil sebagai berikut :
R = A + B
R = (Axi + Ayj + Azk) + (Bxi + Byj + Bzk)
R = (Ax + Bx)i + (Ay + By)j + (Az + Bz)k
R = Rxi + Ryj + Rzk

Perkalian titik menggunakan komponen vektor satuan
Kita dapat menghitung perkalian skalar secara langsung jika kita mengetahui komponen x, y dan z dari vektor A dan B (vektor yang diketahui).
Untuk melakukan perkalian titik dengan cara ini, terlebih dahulu kita lakukan perkalian titik dari vektor satuan, setelah itu kita nyatakan vektor A dan B dalam komponen-komponennya, menguraikan perkaliannya dan menggunakan perkalian dari vektor-vektor satuannya.
Vektor satuaj i, j dan k saling tegak lurus satu sama lain, sehingga memudahkan kita dalam perhitungan. Menggunakan persamaan perkalian skalar yang telah diturunkan di atas (A.B = AB cos teta) kita peroleh :
i . i = j . j = k . k = (1)(1) cos 0 = 1
i . j = i . k = j . k = (1)(1) cos 90o = 0

Sekarang kita nyatakan vektor A dan B dalam komponen-komponennya, menguraikan perkaliannya dan menggunakan perkalian dari vektor-vektor satuannya.
A . B = Axi . Bxi + Axi . Byj + Axi . Bzk +Ayj . Bxi + Ayj . Byj + Ayj . Bzk +Azk . Bxi + Azk . Byj + Azk . Bzk
A . B = AxBx (i . i) + AxBy (i . j) + Ax Bz (i . k) +AyBx (j . i) + AyBy (j . j) + AyBz (j . k) +AzBx (k . i) + AzBy (k . j) + AzBz (k . k)
Karena i . i = j . j = k . k = 1 dan i . j = i . k = j . k = 0, maka :
A . B = AxBx(1) + AxBy(0) + Ax Bz(0) +AyBx (0) + AyBy (1) + AyBz (0) +AzBx (0) + AzBy (0) + AzBz (1)
A . B = AxBx (1) + 0 + 0 +0 + AyBy (1) + 0 +0 + 0 + AzBz (1)
A . B = AxBx + AyBy + AzBz

Berdasarkan hasil perhitungan ini, bisa disimpulkan bahwa perkalian skalar atau perkalian titik dari dua vektor adalah jumlah dari perkalian komponen-komponennya yang sejenis.
Contoh Soal 1 :
Besar vektor A dan B berturut-turut adalah 5 dan 4, sebagaimana tampak pada gambar di bawah. Sudut yang terbentuk adalah 90o. Hitunglah perkalian titik kedua vektor tersebut…

Panduan jawaban :
Sebelum kita menghitung perkalian titik vektor A dan B, terlebih dahulu kita ketahui komponen vektor kedua tersebut.
Ax = (5) cos 0o = (5) (1) = 5
Ay = (5) sin 0o = (5) (0) = 0
Az = 0
Bx = (4) cos 90o = (4) (0) = 0
By = (4) sin 90o = (4) (1) = 1
Bz = 0
Vektor A hanya mempunyai komponen vektor pada sumbu x dan vektor B hanya mempunyai komponen vektor pada sumbu y. Komponen z bernilai nol karena vektor A dan B berada pada bidang xy.
Sekarang kita hitung perkalian titik antara vektor A dan B menggunakan persamaan perkalian titik dengan vektor komponen :
A . B = Ax Bx + AyBy + AzBz
A . B = (5) (0) + (0) (1) + 0
A . B = 0 + 0 + 0
A . B = 0
Masa sich hasilnya nol ?
Coba kita bandingkan dengan cara pertama
A.B = AB cos teta
A.B = (4)(5) cos 90 o
A.B = (4) (5) (0)
A.B = 0

Contoh Soal 2 :
Besar vektor A dan B berturut-turut adalah 5 dan 4, sebagaimana tampak pada gambar di bawah. Hitunglah perkalian titik kedua vektor tersebut, jika sudut yang terbentuk adalah 30o

Panduan jawaban :
Sebelum kita menghitung perkalian titik vektor A dan B, terlebih dahulu kita ketahui komponen vektor kedua tersebut.

Komponen z bernilai nol karena vektor A dan B berada pada bidang xy.
Sekarang kita hitung perkalian titik antara vektor A dan B menggunakan persamaan perkalian titik dengan vektor komponen :
     
Coba kita bandingkan dengan cara pertama.

Perkalian silang menggunakan komponen vektor satuan
Kita dapat menghitung perkalian silang secara langsung jika kita mengetahui komponen vektor yang diketahui. Urutannya sama dengan perkalian titik.
Pertama-tama, kita lakukan perkalian antara vektor-vektor satuan i, j dan k. Hasil perkalian vektor antara vektor satuan yang sama adalah nol.
i x i = j x j = k x k = 0

Dengan berpedoman pada persamaan perkalian vektor yang telah diturunkan sebelumnya (A x B = AB sin teta) dan sifat anti komutatif dari perkalian vektor (A x B = – B x A), maka kita peroleh :
i x j = -j x i = k
j x k = -k x j = i
k x i = -i x k = j

Sekarang kita nyatakan vektor A dan B dalam komponen-komponennya, menguraikan perkaliannya dan menggunakan perkalian dari vektor-vektor satuannya.
A x B = (Axi + Ayj + Azk) x (Bxi + Byj + Bzk)
A x B = Axi x Bxi + Axi x Byj + Axi x Bzk +Ayj x Bxi + Ayj x Byj + Ayj x Bzk +Azk x Bxi
+ Azk x Byj + Azk x Bzk
A x B = AxBx (i x i) + AxBy (i x j) + Ax Bz (i x k) +AyBx (j x i) + AyBy (j x j) + AyBz (j x k)
+AzBx (k x i) + AzBy (k x j) + AzBz (k x k)

Karena i x i = j x j = k x k = 0 dan i x j = -j x i = k, j x k = -k x j = i, k x i = -i x k = j, maka :
A x B = AxBx (0) + AxBy (k) + Ax Bz (-j) +AyBx (-k) + AyBy (0) + AyBz (i) +AzBx (j) + AzBy (-i)
+AzBz (0)
A x B = AxBy (k) + Ax Bz (-j) +AyBx (-k) + AyBz (i) +AzBx (j) + AzBy (-i)
A x B = AxBy (k) + Ax Bz (-j) + AyBx (-k) + AyBz (i) + AzBx (j) + AzBy (-i)
A x B = (AyBz - AzBy)i + (AzBx - Ax Bz)j + (AxBy - AyBx )k
Jika C = A x B maka komponen-komponen dari C adalah sebagai berikut :
Cx = AyBz - AzBy
Cy = AzBx - Ax Bz
Cz = AxBy - AyBx

Referensi :
Giancoli, Douglas C., 2001, Fisika Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga
Halliday dan Resnick, 1991, Fisika Jilid I, Terjemahan, Jakarta : Penerbit Erlangga
Kanginan, Marthen, 2000, Fisika 2000, SMU kelas 1, Caturwulan 2, Jakarta : Penerbit Erlangga
Tipler, P.A.,1998, Fisika untuk Sains dan Teknik-Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penebit Erlangga
Young, Hugh D. & Freedman, Roger A., 2002, Fisika Universitas (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga
Young, Hugh D. & Freedman, Roger A., 2002, Fisika Universitas (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga

C.    Sistem Satuan
SISTEM SATUAN INTERNASIONAL (SI)
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tiga negara: Amerika Serikat, Myanmar dan Liberia yang belum mengikuti sistem SI.
Sistem Satuan Internasional (nama aslinya dalam bahasa Perancis: Système International d'Unités atau SI) adalah sistem satuan atau besaran yang paling umum digunakan. Pada awalnya sistem ini merupakan sistem MKS, yaitu panjang (meter), massa (kilogram), dan waktu (detik/sekon). Sistem SI ini secara resmi digunakan di semua negara di dunia Satuan pengukuran dalam Sistem Internasional (SI), dibedakan atas statis dan dinamis. Sistem dinamis terdiri dari dua jenis yaitu sistem satuan dinamis besar dan dinamis kecil. Sistem dinamis besar biasa disebut “MKS” atau “sistem praktis” atau “sistem Giorgie”, sedangkan sistem dinamis kecil biasa kita sebut “CGS” atau “sistem Gauss”.
BESARAN POKOK (DIMENSI PRIMER)
Besaran Pokok adalah besaran yang satuannya telah ditetapkan terlebih dahulu dan tidak diturunkan dari besaran lain. Ada tujuh besaran pokok dalam sistem Satuan Internasional yaitu Panjang, Massa, Waktu, Suhu, Kuat Arus, Jumlah molekul, Intensitas Cahaya.
1.    Panjang adalah dimensi suatu benda yang menyatakan jarak antar ujung. Panjang dapat dibagi menjadi tinggi, yaitu jarak vertikal, serta lebar, yaitu jarak dari satu sisi ke sisi yang lain, diukur pada sudut tegak lurus terhadap panjang benda. Dalam ilmu fisika dan teknik, kata “panjang” biasanya digunakan secara sinonim dengan “jarak”, dengan simbol “l” atau “L” (singkatan dari bahasa Inggris length).
2.    Massa adalah sifat fisika dari suatu benda, yang secara umum dapat digunakan untuk mengukur banyaknya materi yang terdapat dalam suatu benda. Massa merupakan konsep utama dalam mekanika klasik dan subyek lain yang berhubungan.
3.    Waktu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung. Dalam hal ini, skala waktu merupakan interval antara dua buah keadaan/kejadian, atau bisa merupakan lama berlangsungnya suatu kejadian. Tiap masyarakat memilki pandangan yang relatif berbeda tentang waktu yang mereka jalani. Sebagai contoh: masyarakat Barat melihat waktu sebagai sebuah garis lurus (linier). Konsep garis lurus tentang waktu diikuti dengan terbentuknya konsep tentang urutan kejadian. Dengan kata lain sejarah manusia dilihat sebagai sebuah proses perjalanan dalam sebuah garis waktu sejak zaman dulu, zaman sekarang dan zaman yang akan datang. Berbeda dengan masyarakat Barat, masysrakat Hindu melihat waktu sebagai sebuah siklus yang terus berulang tanpa akhir.
4.    Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut.
5.    Arus listrik adalah banyaknya muatan listrik yang mengalir tiap satuan waktu. Muatan listrik bisa mengalir melalui kabel atau penghantar listrik lainnya. Pada zaman dulu, Arus konvensional didefinisikan sebagai aliran muatan positif, sekalipun kita sekarang tahu bahwa arus listrik itu dihasilkan dari aliran elektron yang bermuatan negatif ke arah yang sebaliknya.
6.    Jumlah molekul
7.    Intensitas Cahaya
Satuan Besaran Pokok (Sistem Internasional/SI)
Karena hanya ada tujuh besaran pokok maka hanya terdapat tujuh satuan pokok yang dapat anda dilihat pada tabel di bawah ini :
Besaran Pokok    Lambang    Satuan MKS danSingkatan    Satuan CGS dan Singkatan    Dimensi
Panjang    l (length)    Meter (m)    Centimeter (cm)    L
massa    m (mass)    Kilogram (Kg)    Gram (gr)    M
Waktu    t (time)    Detik / Sekon (s)    Sekon (s)    T
Suhu    T(Temperature)    Kelvin (K)        Ө
Kuat Arus    I    Ampere (A)        I
Jumlah Molekul        Mole (Mol)        mol
Intensitas Cahaya        Candela (Cd)        cd
               
Besaran Tambahan               
Sudut datar        Radian/radial (rad)       
Sudut ruang        Steriadian (sr)       
Penetapan Satuan / Definisi Satuan
Penetapan satuan SI dilakukan oleh CGPM, yaitu suatu badan yang bernaung di bawah organisasi Internasional Timbangan dan Ukuran (OIPM-Organisation Internationale des Poids et Measures ). Tugas badan ini adalah mengadakan konferensi sedikitnya satu kali dalam enam tahun dan mengesahkan ketentuan baru dalam bidang metrologi dasar.
1.    Meter
Definisi lama : Satu meter adalah 1.650.763,73 kali panjang gelombang cahaya merah jingga yang dipancarkan isotop krypton 86.
Definisi baru (yang digunakan saat ini) : satu meter adalah jarak yang ditempuh cahaya (dalam vakum) dalam selang waktu 1/299 792 458 sekon
2.    Kilogram
Satu kilogram (Kg) adalah massa sebuah kilogram standar (silinder platina iridium) yang aslinya disimpan di lembaga Timbangan dan Ukuran Internasional (CGPM ke-1, 1899) di Serves, Perancis. (gambar kilogram standar)
3.    Sekon / Detik
Satu sekon (s) adalah selang waktu yang diperlukan oleh atom sesium-133 untuk melakukan getaran sebanyak 9 192 631 770 kali dalam transisi antara dua tingkat energi di tingkat energi dasarnya (CGPM ke-13; 1967)
4.    Kelvin
Satu Kelvin (K) adalah 1/273,16 kali suhu termodinamika titik tripel air (CGPM ke-13, 1967). Dengan demikian, suhu termodinamika titik tripel air adalah 273,16 K. Titik tripel air adalah suhu dimana air murni berada dalam keadaan seimbang dengan es dan uap jenuhnya.
5.    Ampere
Satu Ampere (A) adalah kuat arus tetap yang jika dialirkan melalui dua buah kawat yang sejajar dan sangat panjang, dengan tebal yang dapat diabaikan dan diletakkan pada jarak pisah 1 meter dalam vakum, menghasilkan gaya 2 X 10-7 newton pada setiap meter kawat.
6.    Candela
Satu Candela (Cd) adalah intensitas cahaya suatu sumber cahaya yang memancarkan radiasi monokromatik pada frekuensi 540 X 1012 hertz dengan intensitas radiasi sebesar 1/683 watt per steradian dalam arah tersebut (CGPM ke-16, 1979)
7.    Mol
Satu mol zat terdiri atas 6,025 x 1023 buah partikel. ( 6,025 x 1023 disebut dengan bilangan avogadro ).

BESARAN TURUNAN (DIMENSI SEKUNDER)
Besaran turunan adalah besaran yang satuannya diturunkan dari besaran pokok atau besaran yang didapat dari penggabungan besaran-besaran pokok. Contoh besaran turunan adalah Berat, Luas, Volume, Kecepatan, Percepatan, Massa Jenis, Berat jenis, Gaya, Usaha, Daya, Tekanan, Energi Kinetik, Energi Potensial, Momentum, Impuls, Momen inersia, dll. Dalam fisika, selain tujuh besaran pokok yang disebutkan di atas, lainnya merupakan besaran turunan. Besaran Turunan selengkapnya akan dipelajari pada masing-masing pokok bahasan dalam pelajaran fisika.
Untuk lebih memperjelas pengertian besaran turunan, perhatikan beberapa besaran turunan yang satuannya diturunkan dari satuan besaran pokok berikut ini.
Luas   = panjang x lebar
= besaran panjang x besaran panjang
= m x m
= m2
Volume   = panjang x lebar x tinggi
= besaran panjang x besaran panjang x besaran Panjang
= m x m x m
= m3
Kecepatan   = jarak / waktu
= besaran panjang / besaran waktu
= m / s
kecuali Amerika Serikat (yang menggunakan Sistem Imperial), Liberia, dan Myanmar.[1]
Dalam sistem SI terdapat 7 satuan dasar/pokok SI dan 2 satuan tanpa dimensi. Selain itu, dalam sistem SI terdapat standar awalan-awalan (prefix) yang dapat digunakan untuk penggandaan atau menurunkan satuan-satuan yang lain.
Satuan Besaran Turunan (Sistem Internasional/SI)
Contoh satuan-satuan besaran turunan dapat anda lihat pada tabel di bawah ini. Penjelasan mengenai bagaimana memperoleh satuan Besaran Turunan akan dipelajari pada pembahasan tentang Dimensi Besaran.
Besaran Turunan    Lambang    Satuan dan Singkatan    Dimensi
Luas    L    Meter kuadrat (m2)    L2
Volume    V (volume)    Meter kubik (m3)    L3
Kecepatan    v (velocity)    “Meter per sekon” (m/s)    LT-1
Percepatan    a (acceleration)    Meter “per sekon kuadrat” (m/s2)    LT-2
Massa Jenis    Ω (rho)    Kg/m3    ML-3
Gaya    w (weight)    Kg m/s2 = Newton (N)    MLT-2
Usaha dan energi    W (    Kg m2/s2 = joule (J)    ML2T-2
Daya    P (power)    Kg m2/s3 = watt (W)    ML2T-3
Tekanan    P (pressure)    Kg/m s2 = Pascal (Pa)   
Tegangan listrik (beda potensial):        Volt (AΩ)

SATUAN SISTEM BRITANIA ( BRITISH SYSTEM )
Besaran    Satuan British
Panjang    foot (kaki) , mil
massa    slug
Gaya    pound (lb)
Usaha    ft.lb
Daya    ft.lb/sec
Besaran merupakan segala sesuatu yang dapat diukur dan dinyatakan dengan angka, misalnya panjang, massa, waktu, luas, berat, volume, kecepatan, dll. Warna, indah, cantik, bukan merupakan besaran karena tidak dapat diukur dan dinyatakan dengan angka. Besaran dibagi menjadi dua yaitu besaran pokok dan besaran turunan.
Penulisan
Berikut aturan umum penulisan nilai kuantitas dan simbol SI.
1.    Nilai kuantitas ditulis dengan angka yang diikuti spasi dan simbol satuan, misalnya "2.21 kg", "7.3×102 m2", "22 K". Pengecualian diberikan untuk satuan sudut, menit, dan detik (°, ′, dan ″), yang dituliskan langsung setelah angka tanpa disisipkan spasi.
2.    Simbol satuan turunan yang dibentuk dengan perkalian dihubungkan dengan titik tengah (•) atau spasi non-penggal (non-break space), misalnya "N•m" atau "N m".
3.    Simbol satuan turunan yang dibentuk dengan pembagian dihubungkan dengan solidus (⁄), pangkat negatif, atau garis miring (/), misalnya "m⁄s", "m/s", atau "m s−1". Hanya satu solidus yang digunakan, misalnya "kg⁄(m•s2)" atau "kg•m−1•s−2", dan bukan "kg⁄m⁄s2".
4.    Simbol tidak diakhiri dengan tanda titik (.) karena merupakan entitas matematika dan bukan singkatan, kecuali jika berada di akhir kalimat.
5.    Simbol ditulis dengan huruf tegak (mis. m untuk meter) untuk membedakannya dengan huruf miring yang digunakan oleh variabel (mis. m untuk massa).
6.    Simbol ditulis dengan huruf kecil (mis. "m", "s", "mol"), kecuali bagi simbol yang diturunkan dari nama orang (mis. "Pa" dari Blaise Pascal).
7.    Simbol awalan ditulis serangkai dengan satuan (mis. "k" dalam "km", "M" dalam "MPa", "G" dalam "GHz"). Semua simbol awalan yang lebih besar dari 103 (kilo) ditulis dengan huruf besar..

SATUAN, DIMENSI, DAN FAKTOR KONVERSI
Sasaran Pengajaran :
• menjumlahkan, mengurangi, mengalikan dan membagi satuan
• mengubah satuan-satuan dan fungsi persamaan dalam massa, panjang, gaya, dll.
• mendefinisikan dan menggunakan factor konversi Gc
Permasalahan:
dapatkah anda menetukan hasil dari operasi matematika di bawah ini :
1.  10 kg + 400 meter =
2.  200 feet + 21 cm =
3.  500 meter × 2 sekon =
4.  2 joule / 4 meter =

Untuk menentukan hasil dari operasi diatas kita harus mengetahui terlebih dahulu pengertian dari satuan, dimensi, dan faktor konversi
• satuan : sesuatu yang digunakan untuk menyatakan ukuran besaran
contoh: meter, feet, mile(panjang) ; gram, pound, slug(massa)
• dimensi : satuan yang dinyatakan secara umum dalam besaran primer
contoh : massa(M), panjang(L)
• faktor konversi : angka tak berdimensi yang merupakan ekivalensi satuan yang bersangkutan

Dalam kehidupan kita sehari-hari ada 4 sistem satuan yang dikenal, yaitu :
• absolute dynamic system : (cgs : cm, gram, sec)
• English absolute system : (fps : ft, pound, sec)
• SI ( System International) : (mks : meter, kg, sec)
• Gravitational system.
• British Eng’ng (BE) : ft, sec, slug
• American Eng’ng (AE) : ft, sec, lbm , lbf

Pada operasi penambahan dan penguragan dimensi dari bilangan yang dioperasikan harus sama, sedangkan dalam perkalian dan pembagian tidak ada syarat dalam operasinya.

Contoh soal :
Selesaikanlah perhitungan dibawah ini :
(a) 20 jam + 4 meter =
(b) 2 joule + 50 Btu =

Jawaban :
Pada soal (a) dapat kita lihat bahwa satuan dan dimensi yang digunakanberbeda, 20 jam berdimensi waktu sedangkan 4 meter berdimensi panjang, maka operasi tersebut tidak dapat diselesaikan.
Pada soal (b) satuan yang digunakan berbeda namun dimensinya sama,keduanya sama-sama dimensi energi, maka operasi dapat dilakukan dengan mengubah satuannya menjadi sama ( konversi ), baik itu dalam joule atau Btu.karena 1 joule = 9,484.10-4 Btu maka 2 ( 9,484.10-4 ) Btu + 50 Btu = 50,00189 Btu
Dalam contoh soal diatas kita melihat adanya perubahan satuan dari joule keBtu hal inilah yang disebut dengan konversi. Konversi sering dilakukan apabila data yang tersedia dinyatakan dalam satuan yang berbeda.

Contoh Soal :
Jika sebuah mobil menempuh jarak Jakarta bandung dengan kecepatan 10m/s dan sebuah bus melaju dengan kecepatan 150% dari kecepatan mobil tersebut, berapakah kecepatan bus tersebut dalam kilometer perjam?
Jawaban :
kecepatan bus 150% × 10m/s = 15 m/s
15 meter × 1 kilometer × 3600 sekon = 54 kilometer
sekon 1000 meter 1 jam jam

SOal-SOal Latihan…..
1.  Ubahlah 3785 m3/jam menjadi gal/min
2.  Di suatu tempat dengan percepatan grafitasi 4,5 ft/sec2 seseorang mempunyai berat 100 lbf . Berapa Lbf kah berat orang itu di bumi??
3.  Kapasitas panas spesifik untuk toluene diberikan olaeh persamaan berikut:
Cp = 20,869 + 5,239.10-2 T dimana Cp dalam Btu/(lbmol)(°F) danT(°F)
nyatakan persamaan dalam cal/(gmol)(K) dengan T(K)

BEBERAPA BESARAN PENTING
Pada perhitungan yang menyangkut gaya sering dijumpai besaran-besaran kuantitatif dengan berbagai treminologi yang mempunyai pengertian khusus. Besaran tersebut antara lain :
a.    Satuan Panjang
Besaran panjang satuannya meter dengan lambang satuan meter (m). Nama satuan meter adalah termasuk satuan dasar untuk SI. Meter adalah satuan panjang (jarak) yang sama dengan 1.650.763,73 kali panjang gelombang dalam ruang hampa dari radiasi yang bersesuaian dengan transisi antara level 2P10 dan 5d5 dari atom kripton-86 (CGPM ke-11 tahun 1963)
b.    Densitas (ρ)
densitas atau kerapatan adalah massa persatuan volum
c.    Volum spesifik (Vs)
volum spesifik adalah kebalikan dari densitas, yaitu volum persatuan massa
d.    Spesifik gravity / berat jenis (b.j. atau s.g.)
berat jenis adalah perbandingan kerapatan zat tsb dengan zat pembanding(standar)
*  berat jenis tidak mempunyai dimensi.
*  sebagai pembanding biasanya digunakan air dalam suhu 40◦C
*  berat jenis zat cair atau padat tidak bergantung kepada tekanan tetapi bergantung kepada suhu, oleh karena itu dalam menyatakan berat jenis harus disebutkan suhunya.
e.  Tekanan
Tekanan merupakan gaya persatuan luas yang tegak lurus gaya tersebut.
P = gaya / luas = F / A ( Pascal, Psi, Atm, Bar, Torr )
1 atm = 760 mmHg
1 bar = 100 kPa
1 torr = 1 mmHg
1    Psi = 1 lbf / in2
f.    Satuan Massa
Nama satuan untuk besaran massa adalah kilogram dengan lambang satuan (kg). Kilogram termasuk satuan dasar untuk SI. Kilogram adalah satuan massa yang sama dengan massa dari prototipe kilogram internasional (CGPM ke-1 tahun 1901)
g.    Satuan Gravitasi
h.    Satuan Waktu
i.    Satuan Gaya
j.    Nama satuan untuk gaya menurut SI adalah newton dengan lambang N. Satuan gaya adalah satuan turunan yang mempunyasi nama dan lambang sendiri. Gaya menyebabkan percepatan pada benda. Besarnya percepatan itu tergantung pada besarnya massa benda dan besarnya gaya. Seperti dikatakan dalam hukum Newton II sebagai berikut : “Gaya yang bekerja pada suatu benda adalah sama dengan massa benda dikalikan percepatannya”.

Manfaat Dimensi antara lain :
1.    dapat digunakan untuk membuktikan dua besaran sama atau tidak. Dua besaran sama jika keduanya memiliki dimensi yang sama atau keduanya termasuk besaran vektor atau skalar,
2.    dapat digunakan untuk menentukan persamaan yang pasti salah atau mungkin benar,
3.    dapat digunakan untuk menurunkan persamaan suatu besaran fisis jika kesebandingan besaran fisis tersebut dengan besaran-besaran fisis lainnya diketahui.
Satuan dan dimensi suatu variabel fisika adalah dua hal berbeda. Satuan besaran fisis didefinisikan dengan perjanjian, berhubungan dengan standar tertentu (contohnya, besaran panjang dapat memiliki satuan meter, kaki, inci, mil, atau mikrometer), namun dimensi besaran panjang hanya satu, yaitu L. Dua satuan yang berbeda dapat dikonversikan satu sama lain (contohnya: 1 m = 39,37 in; angka 39,37 ini disebut sebagai faktor konversi), sementara tidak ada faktor konversi antarlambang dimensi.
ANALISIS DIMENSI
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Analisis dimensi adalah cara/ alat konseptual yang sering diterapkan dalam fisika, kimia dan teknik untuk memahami keadaan fisis yang melibatkan besaran yang berbeda-beda. Analisis dimensi selalu digunakan untuk memeriksa ketepatan penurunan persamaan. Misalnya, jika suatu besaran fisis memiliki satuan massa dibagi satuan volume namun persamaan hasil penurunan hanya memuat satuan massa, persamaan tersebut tidak tepat. Hanya besaran-besaran berdimensi sama yang dapat saling ditambahkan, dikurangkan atau disamakan. Jika besaran-besaran berbeda dimensi terdapat di dalam persamaan dan satu sama lain dibatasi tanda “+” atau “-” atau “=”, persamaan tersebut harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum digunakan. Jika besaran-besaran berdimensi sama maupun berbeda dikalikan atau dibagi, dimensi besaran-besaran tersebut juga terkalikan atau terbagi. Jika besaran berdimensi dipangkatkan, dimensi besaran tersebut juga dipangkatkan.
Seringkali kita dapat menentukan bahwa suatu rumus salah hanya dengan melihat dimensi atau satuan dari kedua ruas persamaan. Sebagai contoh, ketika kita menggunakan rumus A= 2.Phi.r untuk menghitung luas. Dengan melihat dimensi kedua ruas persamaan, yaitu [A] = L2 dan [2.phi.r] = L kita dengan cepat dapat menyatakan bahwa rumus tersebut salah karena dimensi kedua ruasnya tidak sama. Tetapi perlu diingat, jika kedua ruas memiliki dimensi yang sama, itu tidak berarti bahwa rumus tersebut benar. Hal ini disebabkan pada rumus tersebut mungkin terdapat suatu angka atau konstanta yang tidak memiliki dimensi, misalnya Ek = 1/2 mv2 , di mana 1/2 tidak bisa diperoleh dari analisis dimensi.
Anda harus ingat karena dalam suatu persamaan mungkin muncul angka tanpa dimensi, maka angka tersebut diwakili dengan suatu konstanta tanpa dimensi, misalnya konstanta k.
Contoh Soal : menentukan dimensi suatu besaran
Tentukan dimensi dari besaran-besaran berikut ini : (a) volume, (b) massa jenis, (c) percepatan, (d) usaha
Petunjuk : anda harus menulis rumus dari besaran turunan yang akan ditentukan dimensinya terlebih dahulu. Selanjutnya rumus tersebut diuraikan sampai hanya terdiri dari besaran pokok.
Jawaban :
a.    Persamaan Volume adalah hasil kali panjang, lebar dan tinggi di mana ketiganya memiliki dimensi panjang, yakni [L]. Dengan demikian, Dimensi Volum : 

b.    Persamaan Massa Jenis adalah hasil bagi massa dan volum. Massa memiliki dimensi [M] dan volum memiliki dimensi [L]3. Dengan demikian Dimensi massa jenis :

c.    Persamaan Percepatan adalah hasil bagi Kecepatan (besaran turunan) dengan Waktu, di mana Kecepatan adalah hasil bagi Perpindahan dengan Waktu. Oleh karena itu, kita terlebih dahulu menentukan dimensi Kecepatan, kemudian dimensi Percepatan.

d.    Persamaan Usaha adalah hasil kali Gaya (besaran Turunan) dan Perpindahan (dimensi = [L]), sedang Gaya adalah hasil kali massa (dimensi = [M]) dengan percepatan (besaran turunan). Karena itu kita tentukan dahulu dimensi Percepatan (lihat (c)), kemudian dimensi Gaya dan terakhir dimensi Usaha.
 Konversi = Mengubah
Besaran apapun yang kita ukur, seperti panjang, massa atau kecepatan, terdiri dari angka dan satuan. Sering kita diberikan besaran dalam satuan tertentu dan kita kita ingin menyatakannya dalam satuan lain. Misalnya kita mengetahui jarak dua kota dalam satuan kilometer dan kita ingin mengetahui berapa jaraknya dalam satuan meter. Demikian pula dengan massa benda. Misalnya kita mengukur berat badan kita dalam satuan kg dan kita ingin mengetahui berat badan kita dalam satuan ons atau pon. Untuk itu kita harus mengkonversi satuan tersebut. Konversi berarti mengubah. Untuk mengkonversi satuan, terlebih dahulu harus diketahui beberapa hal yang penting, antara lain awalan-awalan metrik yang digunakan dalam satuan dan faktor konversi.
Awalan-awalan satuan yang sering digunakan dapat anda lihat pada tabel berikut ini.
Awalan    Simbol    Faktor Pengali
Exa    E    1018
Peta    P    1015
Tera    T    1012
Giga    G    109
Mega    M    106
Kilo    k    103
Hecto    h    102
Deka    da    101
Deci    d    10-1
Centi    C    10-2
Milli    m    10-3
Mikro    µ    10-6
Nano    n    10-9
Piko    p    10-12
Femto    f    10-15
Atto    a    10-18

Konversi Satuan SI
Kelebihan sistem Satuan Internasional (SI) adalah kemudahan dalam pemakaiannya karena menggunakan sistem desimal (kelipatan 10) dan hanya ada satu satuan pokok untuk setiap besaran dengan penambahan awalan untuk satuan yang lebih besar atau lebih kecil. Misalnya, 1 centimeter = 0,01 meter atau 1 kilogram sama dengan 1000 gram. Untuk kemudahan mengubah suatu satuan ke satuan lain dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan tangga konversi seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
 
 
Cara mengkonversi satuan-satuan SI dengan tangga konversi :
Pertama, Letakkan satuan asal yang akan dikonversi dan satuan baru yang akan dicari pada tangga sesuai dengan urutan tangga konversi
Kedua, Hitung jumlah langka yang harus ditempuh dari satuan asal ke satuan baru
a. Jika satuan baru berada di bawah satuan asal ( menuruni tangga ), maka :
•    Setiap turun satu tangga, bilangan asal dikali 10
•    Setiap turun dua tangga, bilangan asal dikali 10
•    Setiap turun tiga tangga, bilangan asal dikali 1000, dan seterusnya
b. Jika satuan baru berada di atas satuan asal ( menaiki tangga ), maka :
•    Setiap naik satu tangga, bilangan asal dibagi 10
•    Setiap naik dua tangga, bilangan asal dibagi 100
•    Setiap naik tiga tangga, bilangan asal dibagi 1000, dan seterusnya
Contoh soal :
Ubahlah satuan berikut ini :
10 km = …. cm ?    Perhatikan Tangga Konversi Satuan Panjang.
Dari km (kilometer) ke cm (centimeter), kita menuruni 5 anak tangga. Dengan demikian kita mengalikannya dengan 100.000 (5 nol). Jadi 10 km = 10 x 100000 = 1000.000 cm
7000 m = ….. km ?     Perhatikan Tangga Konversi Satuan Panjang.
Dari m (meter) ke km (kilometer), kita menaiki 3 anak tangga. Dengan demikian kita membaginya dengan 1000 (3 nol). Jadi 7000 km = 7000 : 1000 = 7 km
300 gr = ….. kg ?         Perhatikan Tangga Konversi Satuan massa.
Dari gr (gram) ke kg (kilogram), kita menaiki 3 anak tangga. Dengan demikian kita membaginya dengan 1000 (3 nol). Jadi 300 gr = 300 : 1000 = 0,3 kg
5 kg = …. mg ?          Perhatikan Tangga Konversi Satuan massa.
Dari kg (kilogram) ke mg (miligram), kita menuruni 6 anak tangga. Dengan demikian kita mengalikannya dengan 1.000.000 (6 nol). Jadi 5 kg = 5 x 1000.000 = 5.000.000 kg
FAKTOR KONVERSI
Selain mengkonversi satuan dalam sistem internasional, kita juga harus mengetahui konversi satuan dalam sistem yang berbeda, antara lain dari satuan Sistem Internasional ke Sistem British atau sebaliknya. Sebagai contoh, kita mengukur panjang sebuah meja dalam satuan inchi dan kita ingin menyatakannya dalam centimeter. Untuk itu kita perlu mengetahui faktor konversi. Faktor konversi dapat anda lihat pada tabel di bawah ini.


Contoh Soal :
Ubahlah satuan panjang berikut ini :
15 inchi = ….. m ?    Perhatikan Faktor Konversi Panjang.
1 inchi = 2,54 cm. => 1 cm = 0,01 m (lihat tangga konversi panjang)
Jadi, 15 inchi = 15 x 2,54 cm = 38,1 cm => 38,1 cm = 38,1 x 0,01 m = 0,381 meter.

100 mil = …. cm ?   Perhatikan Faktor Konversi Panjang.
1 mil = 1,61 km. => 1 km = 100.000 cm (lihat tangga konversi panjang)
Jadi, 100 mil = 100 x 1,61 km = 161 km =>161 km = 161 x 100.000 cm = 16.100.000 cm.

100 km = …. mil ?  Perhatikan Faktor Konversi Panjang.
1 km = 0,621 mil.
Jadi, 100 km = 100 x 0,621 mil = 62,1 mil.
Ubahlah satuan Kelajuan berikut ini :
(Catatan : Knot merupakan satuan kelajuan yang biasa digunakan Kapal Laut)
50 Knot = …. km/jam ?  Perhatikan Faktor Konversi Panjang.
1 knot = 1,151 mil/jam => 1 mil/jam = …. Km/jam ?
1 mil = 1,61 km (lihat Faktor Konversi Panjang)
Jadi, 1 mil/jam = 1,61 km/jam
1,151 mil/jam = 1,85311 km/jam
50 Knot = 50 (1,151 mil/jam) = 50 (1,85311 km/jam) = 92,6555 km/jam

Untuk mencapai suatu tujuan tertentu di dalam fisika, kita biasanya melakukan pengamatan yang disertai dengan pengukuran. Pengamatan suatu gejala secara umum tidak lengkap apabila tidak disertai data kuantitatif yang didapat dari hasil pengukuran. Lord Kelvin, seorang ahli fisika berkata, bila kita dapat mengukur yang sedang kita bicarakan dan menyatakannya dengan angka-angka, berarti kita mengetahui apa yang sedang kita bicarakan itu.
Apa yang Anda lakukan sewaktu melakukan pengukuran? Misalnya anda mengukur panjang meja belajar dengan menggunakan jengkal, dan mendapatkan bahwa panjang meja adalah 6 jengkal. Jadi, mengukur adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan sesuatu lain yang sejenis yang ditetapkan sebagai satuan. Dalam pengukuran di atas Anda telah mengambil jengkal sebagai satuan panjang.
Sebelum adanya standar internasional, hampir tiap negara menetapkan sistem satuannya sendiri. Penggunaan bermacam-macam satuan untuk suatu besaran ini menimbulkan kesukaran. Kesukaran pertama adalah diperlukannya bermacam-macam alat ukur yang sesuai dengan satuan yang digunakan. Kesukaran kedua adalah kerumitan konversi dari satu satuan ke satuan lainnya, misalnya dari jengkal ke kaki. Ini disebabkan tidak adanya keteraturan yang mengatur konversi satuan-satuan tersebut.
Akibat kesukaran yang ditimbulkan oleh penggunaan sistem satuan yang berbeda maka muncul gagasan untuk menggunakan hanya satu jenis satuan saja untuk besaran-besaran dalam ilmu pengetahuan alam dan teknologi. Suatu perjanjian internasional telah menetapkan satuan sistem internasional (Internasional System of Units) disingkat satuan SI. Satuan SI ini diambil dari sistem metrik yang telah digunakan di Perancis. Selain Sistem Internasional (SI), terdapat juga Sistem Satuan Britania (British System) yang juga sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

D.    Hukum Newton
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Hukum Newton pertama dan kedua, dalam bahasa Latin, dari edisi asli journal Principia Mathematica tahun 1687.
Hukum gerak Newton adalah tiga hukum fisika yang menjadi dasar mekanika klasik. Hukum ini menggambarkan hubungan antara gaya yang bekerja pada suatu benda dan gerak yang disebabkannya. Hukum ini telah dituliskan dengan pembahasaan yang berbeda-beda selama hampir 3 abad,[1] dan dapat dirangkum sebagai berikut:
1.    Hukum Pertama: setiap benda akan memiliki kecepatan yang konstan kecuali ada gaya yang resultannya tidak nol bekerja pada benda tersebut. Berarti jika resultan gaya nol, maka pusat massa dari suatu benda tetap diam, atau bergerak dengan kecepatan konstan (tidak mengalami percepatan).
2.    Hukum Kedua: sebuah benda dengan massa M mengalami gaya resultan sebesar F akan mengalami percepatan a yang arahnya sama dengan arah gaya, dan besarnya berbanding lurus terhadap F dan berbanding terbalik terhadap M. atau F=Ma. Bisa juga diartikan resultan gaya yang bekerja pada suatu benda sama dengan turunan dari momentum linear benda tersebut terhadap waktu.
3.    Hukum Ketiga: gaya aksi dan reaksi dari dua benda memiliki besar yang sama, dengan arah terbalik, dan segaris. Artinya jika ada benda A yang memberi gaya sebesar F pada benda B, maka benda B akan memberi gaya sebesar –F kepada benda A. F dan –F memiliki besar yang sama namun arahnya berbeda. Hukum ini juga terkenal sebagai hukum aksi-reaksi, dengan F disebut sebagai aksi dan –F adalah reaksinya.
Ketiga hukum gerak ini pertama dirangkum oleh Isaac Newton dalam karyanya Philosophiæ Naturalis Principia Mathematica, pertama kali diterbitkan pada 5 Juli 1687. Newton menggunakan karyanya untuk menjelaskan dan meniliti gerak dari bermacam-macam benda fisik maupun sistem. Contohnya dalam jilid tiga dari naskah tersebut, Newton menunjukkan bahwa dengan menggabungkan antara hukum gerak dengan hukum gravitasi umum, ia dapat menjelaskan hukum pergerakan planet milik Kepler.
 Tinjauan
Hukum Newton diterapkan pada benda yang dianggap sebagai partikel, dalam evaluasi pergerakan misalnya, panjang benda tidak dihiraukan, karena obyek yang dihitung dapat dianggap kecil, relatif terhadap jarak yang ditempuh. Perubahan bentuk (deformasi) dan rotasi dari suatu obyek juga tidak diperhitungkan dalam analisisnya. Maka sebuah planet dapat dianggap sebagai suatu titik atau partikel untuk dianalisa gerakan orbitnya mengelilingi sebuah bintang.
Dalam bentuk aslinya, hukum gerak Newton tidaklah cukup untuk menghitung gerakan dari obyek yang bisa berubah bentuk (benda tidak padat). Leonard Euler pada tahun 1750 memperkenalkan generalisasi hukum gerak Newton untuk benda padat yang disebut hukum gerak Euler, yang dalam perkembangannya juga dapat digunakan untuk benda tidak padat. Jika setiap benda dapat direpresentasikan sebagai sekumpulan partikel-partikel yang berbeda, dan tiap-tiap partikel mengikuti hukum gerak Newton, maka hukum-hukum Euler dapat diturunkan dari hukum-hukum Newton. Hukum Euler dapat dianggap sebagai aksioma dalam menjelaskan gerakan dari benda yang memiliki dimensi.
Ketika kecepatan mendekati kecepatan cahaya, efek dari relativitas khusus harus diperhitungkan.
Hukum pertama Newton
 Walter Lewin menjelaskan hukum pertama Newton.(MIT Course 8.01)
Hukum I: Setiap benda akan mempertahankan keadaan diam atau bergerak lurus beraturan, kecuali ada gaya yang bekerja untuk mengubahnya.[11]
Hukum ini menyatakan bahwa jika resultan gaya (jumlah vektor dari semua gaya yang bekerja pada benda) bernilai nol, maka kecepatan benda tersebut konstan. Dirumuskan secara matematis menjadi:

Artinya :
•    Sebuah benda yang sedang diam akan tetap diam kecuali ada resultan gaya yang tidak nol bekerja padanya.
•    Sebuah benda yang sedang bergerak, tidak akan berubah kecepatannya kecuali ada resultan gaya yang tidak nol bekerja padanya.
Hukum pertama newton adalah penjelasan kembali dari hukum inersia yang sudah pernah dideskripsikan oleh Galileo. Dalam bukunya Newton memberikan penghargaan pada Galileo untuk hukum ini. Aristoteles berpendapat bahwa setiap benda memilik tempat asal di alam semesta: benda berat seperti batu akan berada di atas tanah dan benda ringan seperti asap berada di langit. Bintang-bintang akan tetap berada di surga. Ia mengira bahwa sebuah benda sedang berada pada kondisi alamiahnya jika tidak bergerak, dan untuk satu benda bergerak pada garis lurus dengan kecepatan konstan diperlukan sesuatu dari luar benda tersebut yang terus mendorongnya, kalau tidak benda tersebut akan berhenti bergerak. Tetapi Galileo menyadari bahwa gaya diperlukan untuk mengubah kecepatan benda tersebut (percepatan), tapi untuk mempertahankan kecepatan tidak diperlukan gaya. Sama dengan hukum pertama Newton : Tanpa gaya berarti tidak ada percepatan, maka benda berada pada kecepatan konstan.
Hukum kedua Newton
 Walter Lewin menjelaskan hukum dua Newton dengan menggunakan gravitasi sebagai contohnya.(MIT OCW)
Hukum kedua Newton dalam bahasa aslinya (latin) berbunyi:
Lex II: Mutationem motus proportionalem esse vi motrici impressae, et fieri secundum lineam rectam qua vis illa imprimitur.
Diterjmahkan dengan cukup tepat oleh Motte pada tahun 1729 menjadi:
Law II: The alteration of motion is ever proportional to the motive force impress'd; and is made in the direction of the right line in which that force is impress'd.
Yang dalam Bahasa Indonesia berarti:
Hukum Kedua: Perubahan dari gerak selalu berbanding lurus terhadap gaya yang dihasilkan / bekerja, dan memiliki arah yang sama dengan garis normal dari titik singgung gaya dan benda.
atau
Hukum II Newton
”Percepatan sebuah benda berbanding lurus dengan resultan gaya dan berbanding terbalik dengan massa benda”
a = 

Hukum III Newton
”Apabila sebuah benda diberikan gaya aksi, maka benda itu akan memberikan gaya reaksi yang besarnya sama tetapi arahnya berlawanan”
Faksi = -Freaksi
Gaya (F)  =  m.a
F    =   resultan gaya (N)
m   =   massa benda (kg)
a   =    percepatan (N/kg)

Tekanan
Tekanan pada zat padat (P)  =  F/A
P   =  tekanan (N/m2)
F   =  gaya (N)
A  =  luas daerah bidang tekan (m2)

Tekanan pada zat cair (tekanan hidrostatis) ( Ph )=  g h
Ph = tekanan hidrostatis (N/m2)
  =  massa jenis zat cair (kg/m3)
h =  kedalaman zat cair (m)
Hukum kedua menyatakan bahwa total gaya pada sebuah partikel sama dengan banyaknya perubahan momentum linier p terhadap waktu :

Karena hukumnya hanya berlaku untuk sistem dengan massa konstan,[13][14][15] variabel massa (sebuah konstan) dapat dikeluarkan dari operator diferensial dengan menggunakan aturan diferensiasi. Maka,

Dengan F adalah total gaya yang bekerja, m adalah massa benda, dan a adalah percepatan benda. Maka total gaya yang bekerja pada suatu benda menghasilkan percepatan yang berbanding lurus.
Massa yang bertambah atau berkurang dari suatu sistem akan mengakibatkan perubahan dalam momentum. Perubahan momentum ini bukanlah akibat dari gaya. Untuk menghitung sistem dengan massa yang bisa berubah-ubah, diperlukan persamaan yang berbeda.
Sesuai dengan hukum pertama, turunan momentum terhadap waktu tidak nol ketika terjadi perubahan arah, walaupun tidak terjadi perubahan besaran. Contohnya adalah gerak melingkar beraturan. Hubungan ini juga secara tidak langsung menyatakan kekekalan momentum: Ketika resultan gaya yang bekerja pada benda nol, momentum benda tersebut konstan. Setiap perubahan gaya berbanding lurus dengan perubahan momentum tiap satuan waktu.
Hukum kedua ini perlu perubahan jika relativitas khusus diperhitungkan, karena dalam kecepatan sangat tinggi hasil kali massa dengan kecepatan tidak mendekati momentum sebenarnya.
Impuls
Impuls J muncul ketika sebuah gaya F bekerja pada suatu interval waktu Δt, dan dirumuskan sebagai[16][17]
 Impuls adalah suatu konsep yang digunakan untuk menganalisis tumbukan.
Sistem dengan massa berubah
Sistem dengan massa berubah, seperti roket yang bahan bakarnya digunakan dan mengeluarkan gas sisa, tidak termasduk dalam sistem tertutup dan tidak dapat dihitung dengan hanya mengubah massa menjadi sebuah fungsi dari waktu di hukum kedua. Alasannya, seperti yang tertulis dalam An Introduction to Mechanics karya Kleppner dan Kolenkow, adalah bahwa hukum kedua Newton berlaku terhadap partikel-partikel secara mendasar. Pada mekanika klasik, partikel memiliki massa yang konstant. Dalam kasus partikel-partikel dalam suatu sistem yang terdefinisikan dengan jelas, hukum Newton dapat digunakan dengan menjumlahkan semua partikel dalam sistem:

dengan Ftotal adalah total gaya yang bekerja pada sistem, M adalah total massa dari sistem, dan apm adalah percepatan dari pusat massa sistem.
Sistem dengan massa yang berubah-ubah seperti roket atau ember yang berlubang biasanya tidak dapat dihitung seperti sistem partikel, maka hukum kedua Newton tidak dapat digunakan langsung. Persamaan baru digunakan untuk menyelesaikan soal seperti itu dengan cara menata ulang hukum kedua dan menghitung momentum yang dibawa oleh massa yang masuk atau keluar dari sistem:

dengan u adalah kecepatan dari massa yang masuk atau keluar relatif terhadap pusat massa dari obyek utama. Dalam beberapa konvensi, besar (u dm/dt) di sebelah kiri persamaan, yang juga disebut dorongan, didefinisikan sebagai gaya (gaya yang dikeluarkan oleh suatu benda sesuai dengan berubahnya massa, seperti dorongan roket) dan dimasukan dalam besarnya F. Maka dengan mengubah definisi percepatan, persamaan tadi menjadi

Hukum ketiga Newton

Hukum Ketiga Newton. Para pemain sepatu luncur es memberikan gaya pada satu sama-lain dengan besar yang sama tapi berlawanan arah.

Penjelasan hukum ketiga Newton
“    Lex III: Actioni contrariam semper et æqualem esse reactionem: sive corporum duorum actiones in se mutuo semper esse æquales et in partes contrarias dirigi.    ”
“    Yang dalam Bahasa Indonesia berarti:
Hukum ketiga :
Untuk setiap aksi selalu ada reaksi yang sama besar dan berlawanan arah: atau gaya dari dua benda pada satu sama lain selalu sama besar dan berlawanan arah.    ”
Benda apapun yang menekan atau menarik benda lain mengalami tekanan atau tarikan yang sama dari benda yang ditekan atau ditarik. Kalau anda menekan sebuah batu dengan jari anda, jari anda juga ditekan oleh batu. Jika seekor kuda menarik sebuah batu dengan menggunakan tali, maka kuda tersebut juga "tertarik" ke arah batu: untuk tali yang digunakan, juga akan menarik sang kuda ke arah batu sebesar ia menarik sang batu ke arah kuda.
Hukum ketiga ini menjelaskan bahwa semua gaya adalah interaksi antara benda-benda yang berbeda, maka tidak ada gaya yang bekerja hanya pada satu benda. Jika benda A mengerjakan gaya pada benda B, benda B secara bersamaan akan mengerjakan gaya dengan besar yang sama pada benda A dan kedua gaya segaris. Seperti yang ditunjukan di diagram, para peluncur es (Ice skater) memberikan gaya satu sama lain dengan besar yang sama, tapi arah yang berlawanan. Walaupun gaya yang diberikan sama, percepatan yang terjadi tidak sama. Peluncur yang massanya lebih kecil akan mendapat percepatan yang lebih besar karena hukum kedua Newton. Dua gaya yang bekerja pada hukum ketiga ini adalah gaya yang bertipe sama. Misalnya antara roda dengan jalan sama-sama memberikan gaya gesek.
Secara sederhananya, sebuah gaya selalu bekerja pada sepasang benda, dan tidak pernah hanya pada sebuah benda. Jadi untuk setiap gaya selalu memiliki dua ujung. Setiap ujung gaya ini sama kecuali arahnya yang berlawanan. Atau sebuah ujung gaya adalah cerminan dari ujung lainnya.
Secara matematis, hukum ketiga ini berupa persamaan vektor satu dimensi, yang bisa dituliskan sebagai berikut. Asumsikan benda A dan benda B memberikan gaya terhadap satu sama lain.

Dengan
Fa,b adalah gaya-gaya yang bekerja pada A oleh B, dan
Fb,a adalah gaya-gaya yang bekerja pada B oleh A.
Newton menggunakan hukum ketiga untuk menurunkan hukum kekekalan momentum,[21] namun dengan pengamatan yang lebih dalam, kekekalan momentum adalah ide yang lebih mendasar (diturunkan melalui teorema Noether dari relativitas Galileo dibandingkan hukum ketiga, dan tetap berlaku pada kasus yang membuat hukum ketiga newton seakan-akan tidak berlaku. Misalnya ketika medan gaya memiliki momentum, dan dalam mekanika kuantum.
Pentingnya hukum Newton dan jangkauan validitasnya
Hukum-hukum Newton sudah di verifikasi dengan eksperimen dan pengamatan selama lebih dari 200 tahun, dan hukum-hukum ini adalah pendekatan yang sangat baik untuk perhitungan dalam skala dan kecepatan yang dialami oleh manusia sehari-hari. Hukum gerak Newton dan hukum gravitasi umum dan kalkulus, (untuk pertama kalinya) dapat memfasilitasi penjelasan kuantitatif tentang berbagai fenomena-fenomena fisis.
Ketiga hukum ini juga merupakan pendekatan yang baik untuk benda-benda makroskopis dalam kondisi sehari-hari. Namun hukum newton (digabungkan dengan hukum gravitasi umum dan elektrodinamika klasik) tidak tepat untuk digunakan dalam kondisi tertentu, terutama dalam skala yang amat kecil, kecepatan yang sangat tinggi (dalam relativitas khususs, faktor Lorentz, massa diam, dan kecepatan harus diperhitungkan dalam perumusan momentum) atau medan gravitasi yang sangat kuat. Maka hukum-hukum ini tidak dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena-fenomena seperti konduksi listrik pada sebuah semikonduktor, sifat-sifat optik dari sebuah bahan, kesalahan pada GPS sistem yang tidak diperbaiki secara relativistik, dan superkonduktivitas. Penjelasan dari fenomena-fenomena ini membutuhkan teori fisika yang lebih kompleks, termasuk relativitas umum dan teori medan kuantum.
Dalam mekanika kuantum konsep seperti gaya, momentum, dan posisi didefinsikan oleh operator-operator linier yang beroperasi dalam kondisi kuantum, pada kecepatan yang jauh lebih rendah dari kecepatan cahaya, hukum-hukum Newton sama tepatnya dengan operator-operator ini bekerja pada benda-benda klasik. Pada kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya, hukum kedua tetap berlaku seperti bentuk aslinya F = dpdt, yang menjelaskan bahwa gaya adalah turunan dari momentum suatu benda terhadap waktu, namun beberapa versi terbaru dari hukum kedua tidak berlaku pada kecepatan relativistik.
Hubungan dengan hukum kekekalan
Di fisika modern, hukum kekekalan dari momentum, energi, dan momentum sudut berlaku lebih umum daripada hukum-hukum Newton, karena mereka berlaku pada cahaya maupun materi, dan juga pada fisika klasik maupun fisika non-klasik.
Secara sederhana, "Momen, energi, dan momentum angular tidak dapat diciptakan atau dihilangkan."
Karena gaya adalah turunan dari momen, dalam teori-teori dasar (seperti mekanika kuantum, elektrodinamika kuantum, relativitas umum, dsb.), konsep gaya tidak penting dan berada dibawah kekekalan momentum.
Model standar dapat menjelaskan secara terperinci bagaimana tiga gaya-gaya fundamental yang dikenal sebagai gaya-gaya gauge, berasal dari pertukaran partikel virtual. Gaya-gaya lain seperti gravitasi dan tekanan degenerasi fermionic juga muncul dari kekekalan momentum. Kekekalan dari 4-momentum dalam gerak inersia melalui ruang-waktu terkurva menghasilkan yang kita sebut sebagai gaya gravitasi dalam teori relativitas umum.
Kekekalan energi baru ditemukan setelah hampir dua abad setelah kehidupan Newton, adanya jeda yang cukup panjang ini disebabkan oleh adanya kesulitan dalam memahami peran dari energi mikroskopik dan tak terlihat seperti panas dan cahaya infra-merah.

1 komentar:

  1. Saya dari SMKN Paku jurusan TGB, Sulawesi Barat. Saya ingin bertanya, pada blog site milik Anda ini ada tidak postingan yang khusus untuk download kumpulan mata diklat kejuruan Teknik Bangunan SMK? Terimah kasih!

    BalasHapus